Kekerasan Kepada Perempuan dalam CATAHU 2019
Pada
Catatan Tahunan (CATAHU) terjabar beberapa data – data mengenai kekerasan
perempuan pada tahun 2019, yang dicatat oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan
Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bahwa kasus – kasus kekerasan terhadap
perempuan yang mereka terima dari berbagai provinsi di Indonesia dari berbagai
lembaga masyarakat sampai institusi pemerintah. Beberapa aduan yang mereka
terima bersifat langsung menuju Komnas Perempuan mulai dari unit pengaduan
Komnas Perempuan hingga email langsung kepada Komnas Perempuan. Sejumlah aduan
yang diajukan dominan berjenis kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
(KDRT). Selain itu, terdapat juga beberapa kekerasan terhadap perempaun (KtP)
seperti pencabulan, pemerkosaan, pelecehan seksual dan sisanya berupa percobaan
pemerkosaan atau persetubuhan yang jumlahnya tidak sedikit dalam CATAHU.
Beberapa kasus lainnya seperti kasus
kekerasan terhadap anak perempuan meningkat dibandingkan dengan tahun 2018,
jumlahnya mengalahkan kasus kekerasan dalam berpacaran. Sisanya adalah
kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap para
pekerja rumah tangga/pembantu. Dari kasus kekerasan terhadap anak perempuan,
sebagian dari mereka mengalami kasus inses
atau hubungan seksual dengan anggota keluarga mereka, namun kasus marital rape mengalami penurunan karena
keberanian korban dengan melaporkan terhadap pemaksaan hubungan seksual dalam
perkawinan yang dapat ditindaklanjuti menuju jalur proses hukum. Dengan kabar
baik tersebut dapat disimpulkan langkah maju para perempuan yang sering menutup
permasalahan seperti ini dan memupuk impunitas kepada pelaku yang merupakan
anggota keluarga dari korban marital rape.
Terdapat pula ketingkatan kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang
mendapat pengaduan langsung kepada Komnas Perempuan.
Beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Jawa Barat selalu terdapat pengiriman dan pengembalian/penerimaan
formulir, sehingga terbukti ketiga daerah tersebut memiliki kelengkapan baik
dalam infrastuktur hingga keberanian masyarakat dalam melapor. Dalam kurun
waktu 12 tahun terjadi peningkatan kekerasan terhadap perempuan, sehingga dapat
disimpulkan bahwa perempuan Indonesia belum mengalami kehidupan yang nyaman.
Namun, makin banyak korban – korban kekerasan mulai berani melapor terhadap
kekerasan yang mereka alami. Para pelapor ini dominan mengajukan laporan kepada
lembaga kepolisian, dapat disimpulkan bahwa lembaga kepolisian menjadi payung
hukum karena sudah mudah dijangkau dari berbagai daerah di Indonesia. Beberapa
KtP sayangnya tidak dilanjuti menuju Pengadilan Negri, yang mana proses hukum
berhenti tanpa adanya kelanjutan terhadap KtP. Kerap terjadi Kekerasan karena
hubungan personal seperti dalam perkawinan atau rumah tangga, dan hubungan
pribadi/pacaran dibandingkan beberapa kasus kekerasan dalam komunitas. Bentuk –
bentuk kekerasan ini berupa kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan dalam
pacaran (KDP), kekerasan terhadap anak perempuan berdasarkan umurnya (KTAP),
kekerasan oleh mantas suami atau mantan pacar, kekerasan kepada pekerja rumah
tangga, dan ranah pribadi lainnya.
Kekerasan fisik tercatat paling banyak dibandingkan
seksual, psikis, dan ekonomi. Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam
komunitas seperti dari lingkungan kerja, bermasyarakat, bertetangga, atau
sekolah. Munculnya kategori pekerja migran dan trafiking dalam ranah komunitas
khusus lingkungan kerja internasional, sehingga timbul pula mulai dari
kekerasan seksual, perkosaan atau sodomi, hingga berbentuk cyber berupa penyebaran
konten porno. Data mengenai korban dan pelaku dominan pada usia produktif yakni
umur 25 – 40 tahun dalam ranah privat dan komunitas. Perempuan yang mengalami
disabilitas juga mengalami kekerasan terutama kekerasan seksual atau perkosaan
yang mereka alami dalam CATAHU 2019. Kekerasan terhadap istri yang paling dominan
berupa kekerasan psikis seperti perselingkuhan, pengancaman, dan caci maki atau
kekerasan berbentuk verbal. Beberapa bentuk kekerasan lainnya seperti kekerasan
perempuan dalam konteks bencana, kekerasan perempuan di Papua, dan perempuan
menjadi rumah tahannan, perempuan dalam penodaan agama, dan serangan kepada
perempuan pembela HAM.
Sayangnya ada beberapa hambatan agar
perempuan mendapatkan haknya dalam bidang hukum oleh Komnas Perempuan dengan
beberapa penanganan dan pencegahan kebijakan diskriminatif. Komnas Perempuan
memberikan beberapa masukan ke dalam RUU KUHP mengenai diskriminasi dan
kekerasan terhadap perempuan dan problematika pelik ketentuan “Hukum yang hidup
dalam masyarakat”, namun RUU KUHP ditolak masyarakat sehingga perjuang dalam
memcegah KtP masih jalur yang panjang.
Komentar
Posting Komentar